Image by id.pinterest.com
Sederhana tidaklah sesederhana itu, begitulah kira-kira kesan pertama yang saya dapatkan ketika membaca beberapa tulisan dari noam Chomsky, salah satu kyai dalam ilmu linguistik yang namanya cukup mentereng pasca soussurian.
Yang menarik dari Chomsky adalah kesetiaannya pada bahasa, menurutnya bahasa adalah sesuatu yang murni, ia tidak terbentuk dari aspek sosial. Bisa dikatakan Chomsky adalah salah satu tokoh yang setia dalam mempertahankan gramatika bahasa.
Bagi Chomsky untuk mendapatkan pemahaman secara semantik pada suatu tuturan, pengujar dan teman ujarnya (interlocutor) haruslah memiliki pemahaman yang sama akan gramatika bahasa yang sedang digunakan. Misalnya, seorang santri datang ke warung nasi dan bilang: “ibu, saya ayam,” dan si ibu mengangguk lalu memberikan sebungkus nasi dengan lauk ayam. Pada kalimat: “ibu saya ayam,” sama sekali tidak gramatikal, tetapi tetap dapat dipahami.
pemahaman itu tidak semata-mata karena konteksnya seperti pemahaman pada umumnya, tetapi menurut Chomsky pemahaman itu lahir disebabkan karena memang kedua orang tersebut memiliki konstruksi kalimat yang lengkap dalam dirinya yaitu: “ibu saya mau beli nasi menggunakan lauk ayam”. Tetapi ujaran ini tidak mengemuka ke keluar, inilah yang disebut oleh Chomsky sebagai deep structure (struktur dalam), yang dibedakan dari struktur luar yang terujarkan. Kita bisa memberikan tamsil atau menganalogikan ini dengan gunung es, bagaimana gunung es? Yang muncul ke permukaan kecil (struktur dalam) tetapi besar jika dilihat dari dalam. Kasus ini banyak kita jumpai di sekitar kita, misalnya penjual "parabot dapur keliling, merkeka hanya berkata "sepuluh ribu tiga, sepuluh ribu tiga" tapi ibu-ibu dan pembeli faham maksudnya "sepuluh ribu dapat tiga parabot". Atau contoh lain seperti kasus sepasang pengantin baru, si wanita hanya bilang "mas ke kamar yuk" lalu si pria mengangguk masuk kamar dan melakukan ibadah "nganu" di dalamnya lengkap dengan adegan selayaknya sepasang kekasih.
Maksud Chomsky adalah ketidak-gramatikalan kalimat yang terdengar itu sama sekali bukan alasan untuk menegasikan kemendasaran gramatika. Tetapi justru karena ada pahaman gramatika yang sudah ada secara intuitiflah yang mendahului konteks percakapan tersebut yang memungkinkan kedua orang tersebut dapat saling memahami dan komunikasi terjadi dengan baik. tanpa pemahaman gramika yang sama sekalipun diulang berkali-kali komunikasi tidak akan berjalan.
Dengan demikian, natijah sederhananya adalah, pada Noam Chomsky kita cukup katakan "pak saya ayam" atau "mas ke kamar yuk".
________________
Karya: Hanif Pratunggal
Anggota Divisi Karya FLP Cabang Pamekasan
Silakan beri komentar dalam setiap postingan kami